Latest Movie :

sejarah biografi firehouse



FireHouse adalah American hard rock band yang terbentuk di Charlotte , North Carolina pada tahun 1989. Band mencapai bintang pada awal 1990-an dengan hit single seperti " don't to do Me Bad "dan" all she wrote ", serta mereka tanda tangan balada " l Live My Life for You "," love of a lifetime ", dan" when look Into Your Eyes ". At the 1992 American Music Awards , FireHouse won the award for Best New Hard Rock/Metal Band. Pada American Music Awards 1992 , FireHouse memenangkan penghargaan untuk Best New Hard Rock / Metal Band. de3ngan mengalahkan band sekelas Nirvana and Alice in Chains .

Despite diminishing success in the United States as the decade progressed, the band remained very popular in Asia, mainly in countries like Japan , Thailand , and Singapore . [ 1 ] FireHouse continued to release new material throughout the late 1990s and into the early 2000s, most of which has successfully charted in Japan. Meskipun berhasil mengurangi di Amerika Serikat sebagai satu dekade berlangsung, band ini tetap sangat populer di Asia, terutama di negara-negara seperti Jepang , Thailand , dan Singapura . [1] FireHouse terus merilis materi baru sepanjang akhir 1990-an dan ke awal 2000-an, sebagian besar yang telah berhasil memetakan di Jepang. The band has also continued to tour internationally as of 2007, having participated twice in the annual Rock Never Stops Tour with other bands of the 1980s. Band ini juga terus tur internasional pada 2007, setelah dua kali berpartisipasi dalam tahunan Rock Never Stops Tour dengan band lain dari tahun 1980-an. FireHouse is estimated to have sold 7 million albums worldwide since their debut. [ 2 ] FireHouse diperkirakan telah terjual 7 juta album di seluruh dunia sejak debut mereka. [2]

Originally composed of vocalist CJ Snare , guitarist Bill Leverty , guitarist Cosby Ellis , drummer Michael Foster , and bassist Perry Richardson , the band has maintained its original members with the exception of Cosby Ellis , who left the band in 1989 after co-writing the multi platinum debut recording and was not replaced, and Richardson, who departed in 2000 due to conflict. Awalnya terdiri dari vokalis CJ Snare , gitaris Bill Leverty , gitaris Cosby Ellis , drummer Michael Foster , dan bassis Perry Richardson , band ini telah mempertahankan anggota aslinya dengan pengecualian Cosby Ellis , yang meninggalkan band pada tahun 1989 setelah tulisan co-multi platinum debut rekaman dan tidak diganti, dan Richardson, yang berangkat pada tahun 2000 karena konflik. Richardson was replaced three times before current bassist Allen McKenzie was given the position in 2004. Richardson diganti tiga kali sebelum bassis saat McKenzie Allen diberikan posisi pada tahun 2004.

sejarah coldplay











Coldplay merupakan sebuah band asal Inggris yang beranggotakan 4 orang anak muda. Menghargai hidup dan berbuat sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain, menjadi dasar mereka dalam menciptakan lagu. Plain dan simpel. Padahal lirik-lirik dalam lagu mereka tercipta di masa-masa maraknya hip metal yang sebagian besar berisikan isu kebobrokan sistem, keputusasaan dan kemarahan terhadap dunia sekitar. Tapi begitulah mereka. Mereka tidak mau terjebak dalam hal tersebut. Mereka memilih menjadi diri sendiri.

Kisah Coldplay berawal dari meja bilyar. Tepatnya sebuah meja bilyar yang terletak di sebuah pub tak jauh dari kampus mereka, University College of London. Satu malam di pertengahan tahun 1996, dua orang mahasiswa tampak asik bermain bilyar. Mereka adalah Jonny Buckland dan Chris Martin. Walaupun beda jurusan - Jonny kuliah di jurusan Matematika dan Astronomi, sedangkan Chris menekuni Sejarah Dunia Kuno - kedua cowok ini sudah lengket satu sama lain atas nama musik.

Nggak berapa lama meja itu nambah satu pemain. Kali ini adalah seorang mahasiswa jurusan Antropologi yang sempet beberapa lama jadi rekan se-tim chris di lapangan hoki kampus. Namanya Will Champion. Sembari terus bermain serta sesekali menenggak bir, ketiga cowok ini ngobrol dan mereka-reka kemungkinan buat sama-sama membentuk sebuah band. Yang pertama kali melontarkan gagasan adalah Chris Martin. Itu dicetuskannya lantaran vokalis yang gape memetik gitar akustik dan piano ini nggak puas sama bandnya saat itu, Pectoralz. Ajakan itu ditangapi serius sama Will. Padahal saat itu ia sudah tercatat sebagai personal band Fat Hamster. serupa juga sambutan dari Jonny. Cowok kelahiran Mold, wales Utara ini, malah langsung ngusulin nama Guy Berryman, temennya di asrama buat melengkap formasi band. Begitu dihubungi, Guy langsung menganggukkan kepalanya. Maklum, mahasiswa jurusan Teknik itu lagi suntuk terus-terusan mainin aliran progresif sama bandnya, Time Out. "Band itu gawat bener. Gara-gara personel yang paling jago di situ tuh ngefans berat sama Genesis, yang lainnya harus ikutin kemauannya. ue tersiksa banget ngiringin solo instrumen yang lama-lama jadi kedengaran nggak masuk akal !" kenang Guy

Setelah semua lini terisi, band yang sampe saat itu belum mempunyai nama itu segera menggelar workshop di gudang kosong yang ada di asrama mereka. Sesekali mereka boleh berlatih di ruang musik milik kampus. Selain menyamakan persepsi dengan ngebawain lagu-lagu milik band lain, mereka juga coba-coba bikin lagu sendiri. "Apa yang ada di kepala kami saat itu cuma musik, musik dan musik. Inti dari workshop sendiri adalah berusaha mengeluarkan yang terbaik dari tiap personel dan menkolaborasikannya menjadi sesuatu." ingat Chris.

Saking getolnya bermusik, mereka nggak sempet mikirin soal nama band. Memang mereka pernah melontarkan nama-nama seperti Stepney, Green atau Starfish. Ujung-ujungnya, mereka memilih nama Coldplay, yang merupakan nama band milik salah seorang temen mereka yang udah bubar. "Pokoknya jangan pernah tanya apa arti 'Coldplay'. Soalnya kami sendiri nggak pernah mikirin. Saat itu, cuma kata itulah yang paling masuk akal bagi kami ketimbang pilihan nama lainnya !" ungkap Chris cuek.

Memasuki 1998, Chris cs sepakat buat merekam sebagian materi yang dianggap udah mantap sebagai demo. bermodal beberapa ratus pounds mereka menyewa Sync City Studios dan mulai menggarap demo. Entah kesambet setan mana, rencana membuat demo itu di tengah jalan berkembang menjadi mini album, yang nantinya bakal diedarkan sendiri. Jadilah tuh demo diperbanyak sampe sekitar 500 keping CD dan dirilis pada bulan Mei tahun yang sama dengan titel Safety.

Nggak disangka dari 500 keping yang diedarkan di seputar London, hanya sekitar 50 keping yang tersisa. Nama Coldplay mulai terdengar gaungnya. Beruntung, ada beberapa keping CD yang udah tersebar itu jatuh ke tangan yang tepat. Siapa lagi kalo bukan petinggi-petinggi perusahaan rekaman. Alhasil nggak nyampe setahun kemudian Coldplay teken kontrak pertamanya dengan Parlophone Records.

Biar udah punya kontrak rekaman, kuartet ini tetap merasa perlu mempertinggi jam terbang di atas panggung. Mereka sadar betul kalo Coldplay tuh tergolong 'BTL' alias 'band tembak langsung', yang go straight ke dapur rekaman tanpa pengalaman manggung.



Boleh percaya boleh nggak, biar udah mantap di jalur musik, Chris dkk ogah berkiprah lebih jauh karena kuliah mereka belum selesai. Cuma Guy aja yang ngak ngotot. Dengan beberapa pertimbangan, cowok ini rela nggak jadi tukang insinyur demi seratus persen menekuni musik. Begitulah. Sembari 3/4 personelnya berjuang di bangku kuliah, Coldplay juga berusaha buat terus berproduksi. Sampai akhirnya mereka merilis mini album lagi pada bulan April 1999. Berjudul Brothers and Sisters, tuh album dirilis dalam jumlah tiga kali lipat lebih banyak dari yang pertama. Album itu gak kalah larisnya. bahkan ada satu sngel yang sempet nongkrong di top 100 tangga lagu Inggris Raya.

Phil Harvey, yang menukangi manajemen Coldplay, jeli menangkap momen yang bisa melesatkan nama Coldplay. Seakan nggak mau menyia-nyiakan tren yang udah tercipta lewat Brohers and Sisters, Phil kembali menggiring Chris dkk masuk sudio rekaman buat memproduksi satu mini album lagi. Bulan Oktober 1999, mini album bertajuk The Blue Room itu dirilis. diikuti dengan sederet penampilan di berbagai festival bergengsi serta jadi pembuka buat Catatonia, jalan yang dilalui Coldplay saat itu bisa dibilang makin lapang terbentang. Tabloid musik paling bergengsi Inggris, NME, bahkan sempat menyebut mereka sebagai salah satu hottest band tahun 1999.

Seluruh fakta di atas bikin pede personel Coldplay makin berlipat-lipat. The time has come for Coldplay doing the real deal : Bikin full album !

Ternyata, jalan menuju pembuatan sebuah album penuh, nggak segampang yang dikira. Pasalnya, pihak label mereka saat itu belum terlalu yakin pada nilai jual band ini. Akhirnya, sambil mempersiapkan materi yang bakal dimuat di album penuh itu, Chris cs mutusin untuk sekali lagi merilis satu mini album. Kali ini, materinya adalah kompilasi dari yang pernah dirilis di Safety EP dan Brothers and Sisters plus beberapa materi baru. Biar masih diedarkan dalam jumlah terbatas, mini album bertitel Bigger Stronger itu terbilang sukses makin memancing perhatian khalayak. Terbukti, berbarengan dengan kemunculan album ini, muncul juga kritik yang bilang kalo Coldplay tuh nggak lebih dari sekadar pengekor Radiohead !

Kritik model begini makin santer, ketika mggak lama setelah itu, tuh band merilis singel Shiver yang keren itu. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Shiver kembali direspon antusias. Sempet terdafter sebagai salah satu heavy rotation songs di playlist Radio 1, videoklip singel itu juga lumayan kenceng diputer di MTV. Biar dicela kayak apapun juga, tetep aja singel itu mampu membawa Chris cs ke jenjang yang lebih tinggi dalam karir mereka. Untuk pertama kalinya, Coldplay mampu menembus jajaran Top 40 Inggris. Tapi itu belum seberapa dibanding ketika mereka melepas Yellow sebagai singel berikutnya. Singel yang dibilang Chris tercipta setelah terinspirasi sama cara bernyanyinya Neil Young itu, langsung melesat ke peringkat Top 10 Inggris dan bercokol di posisi 4 selama beberapa minggu nggak lama setelah dirilis. Lirik,"...Look at the stars/look how they shine for you/And all the things you do/And it was all yellow..." langsung jadi satu mantra wajib penggila musik di daratan nggris.

Nggak butuh waktu lama lagi bagi lagu itu jadi anthem anyar generasi yang udah bosen sama deruan gitar distorsi yang membalut lirik-lirik bertemakan kemarahan. Saking populernya, Coldplay pun jadi salah satu band yang paling ditunggu penampilannya di festival musik bergengsi Glastonbury 2000. Menurut Will, waktu itu sebelum manggung mereka nervous setengah mati sebelum naik panggung. Tapi bagaimanapun juga penampilan Coldplay selama 1 jam pada hari kedua festival itu berakhir manis.

Prestasi yang dicetak Yellow, ditambah suksesnya penampilan mereka di Glastonbury otomatis memperlancar jalan yang kudu ditempuh album debutnya yang dikasih judul Parachutes. Album itu dirilis tanggal 1 Juli 2000. Hanya dalam hitungan minggu, album berisi 11 lagu keren itu langsung meroket ke puncak tangga album terlaris di Inggris. Secara artistik, tuh album juga langsung mendapat pengakuan. Mereka sukses menyabet piala di Brits Awards, Mercury Prize, NME Carling Awards, sampai yang paling gres, Grammy Awards. Top banget ! Coldplay is now a really England's next biggest thing !

Hebatnya lagi, apa yang udah diraih itu nggak pernah bisa merubah sifat dasar para personel Coldplay. Sopan, ramah dan rendah hati tetap jadi satu ciri yang mengemuka dari Chris, Will, Guy dan Jonny. "Kami nggak merasa perlu buat berubah. Soalnya kami cukup bersyukur sama apa yang udah kami miliki sejauh ini. Lagian kami juga nggak tau, kalo mau berubah tuh musti berubah kayak apa lagi ?" ucap Guy, polos.

"Buat kami rock 'n roll tuh adalah kebebasan buat melakukan apa yang kami mau. Dan yang kami mau saat ini adalah gaya hidup yang biasa-biasa aja. Nggak perlu drugs apalagi jadi hedonis. Soalnya buat kami hal itu tuh basi dan klise banget. Kami nggak mau terjebak dalam klise-klise macam itu !" tandas Chris.

Know Your Enemy Lyrics




Artist(Band):Green Day

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

Violence is an energy
Against the enemy
Violence is an energy

Bringing on the fury
The choir infantry
Revolt against the honor to obey

Overthrow the effigy
The vast majority
We're burning down the bargain of control

Silence is the enemy
Against your urgency
So rally up the demons of your soul

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

The Insurgency will rise
When the blood's been sacrificed
Don't be blinded by the lies
In your eyes

Violence is an energy
From here to eternity
Violence is an energy
Silence is the enemy
So gimme gimme revolution

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

Do you know the enemy?
Do you know your enemy?
Well, gotta know the enemy

Overthrow the effigy
The vast majority
We're burning down the bargain of control

Silence is the enemy
Against your urgency
So rally up the demons of your soul

sejarah sex pistols

 Sex Pistols


Agustus 1975, Malcolm McLaren, pemilik toko “Sex” berniat untuk merombak tokonya. Dia udah punya konsep terbaru untuk bikin tokonya laku jadi tempat tongkrongan. Selain menjual berbagai macam asesoris punk, dia juga menjual fetish gear dan berbagai macam barang-barang dari kulit asli.
Bersamaan dengan itu, Malcolm juga ingin tokonya jadi pusat tongkrongan anak-anak punk yang lagi menjamur di London. Dia berharap bisa melesatkan tren punk ini lewat “bengkel kebudayaannya”. Caranya, ya dia juga jadi pemandu bakat yang nyari band-band punk yang mau diorbitkan.
Kebetulan, dia juga udah punya orang-orangnya. Di sana, udah ada gitaris Steve Jones, bassis Glen Matlock dan drummer Paul Cook yang sedang kerja part-time di Sex. Kebetulan mereka udah direken sebagai pemusik dadakan yang punya masa depan oleh Malcolm. Sekarang tinggal nyari frontman.

Jhony Rotten

Nah, kebetulan (lagi) John Lydon yang masih sering nongkrong di Sex bisa menarik perhatian Malcolm. Atittude yang gila dan urakan bikin cowok yang pernah jadi manajer New York Dolls ini kesengsem.
Nggak begitu lama, John Lydon pun diaudisi. Lagunya… tetep Alice Cooper! Man, tapi suara John yang rada fals malah bikin cowok pirang ini diterima masuk band. Biar makin nge-punk, Malcolm mengganti nama John Lydon menjadi Johnny Rotten. (padahal dia baru aja ngeganti nama sahabatnya jadi Sid Vicious!). So, berdirilah Sex Pistols dengan empat formasi: Johnny Rotten, Paul Cook, Glen Matlock, dan Steve Jones.
Penampilan mereka yang pertama adalah di St. Martin School of Art di West End pada 6 November 1975. Mereka dianggap membawa musik baru yang “berbahaya” karena jelas-jelas nggak enak didenger (apalagi suara vokalisnya) dan liar. Well, itulah yang dibawa Sex Pistols di awal-awal kemunculannya. Istilah punk pun mulai dikenal orang banyak. Steve Jones malah membuat pernyataan yang sampe sekarang dikenal orang sebagai imej Sex Pistols. Dia bilang, “We’re not into music, we’re into chaos!” Jadi punk itu emang 90 persen attitude, selebihnya musik.
Sampai tahun 1976, demam Sex Pistols melanda Inggris. Semua orang membicarakan band gila ini. Salah satu dari fans itu terselip Sid Vicious. Dia malah sempet ngiri gara-gara sahabatnya jadi vokalis band yang pertama dia liat penampilannya di Sex pada December 1975 itu. Lucunya, hubungan Sid dan Johnny yang dekat nggak ketauan personel Pistols lainnya.
Sid pun berusaha pengen kenal dengan anggota band lainnya. Kayak pengen diakuin, Sid selalu ingin membantu Pistols yang kadang beraksi nggak wajar. Bayangin, nih band nggak mau tampil berdasarkan jadwal. Pengennya langsung tampil dadakan, dan kalo bisa di tempat yang nggak lazim. Tentu aja yang marah adalah pihak keamanan. Kalo udah gini, Johnny dkk sering mengancam akan berbuat rusuh. Nah, kalo udah ada komando rusuh dari Johnny, Sid pasti turun tangan bantuin Pistols.

Band Rusuh

Atittude punknya makin lama makin menjadi. Parahnya, Sid juga mengonsumsi narkoba jenis speed yang kadang disuntikkannya. Kalo udah gini, dia sering banget terlibat perkelahian di bar dan di pertunjukan band. Rasa cintanya sama band punk juga makin timbul gara-gara mendengar album pertama The Ramones. Malah, bassisnya, Dee Dee Ramones, dijadikannya sebagai hero.
Sayangnya, kelakuan Sid makin menjurus ke arah brutal. Setiap Pistols manggung, pasti ada keributan. Dan dalangnya pasti Sid Vicious. Dia pernah menghajar orang yang dudukin tempat Vivienne Westwood (temannya, desainer yang juga merancang pakaian di Sex) tanpa bilang-bilang. Entah cari perhatian atau nggak, tapi Sid lantas makin jadi icon buat Pistols. Apalagi dalam press release Pistols ada pernyataan “We Hate Everything”. Pers makin yakin kalo Pistols adalah band rusuh.
Kelakuan Sid selalu dalam rangka membela temannya di Pistols. Dia malah pernah ribut sama sebuah band heavy metal gara-gara mereka nggak mau minjemin alat ke Pistols. Alhasil, Sid digebukin. Baginya nggak apa-apa digebukin asalkan ngebela temen. Sid pun mulai dapet perhatian dari anggota Pistols lainnya.
Juni 1976, Pistols udah menguasai Inggris. Pistols udah jadi icon di punk scene London. Bersama mereka Sid juga menjadi perhatian di scene itu. Mereka selalu memakai pakaian dari Sex. Well, mungkin inilah suatu bentuk promosi endorsing. Ternyata sponsor pakaian udah terpikirkan oleh industri punk pada masa itu.
Sid juga sempet membentuk kelompok pecinta Sex Pistols bersama Billy Idol dengan nama Bromley Contingent. Nggak cuma itu, dia juga sempet membentuk band dengan nama Siouxie and The Banshees. Selain itu dia juga sempet membentuk band iseng bernama The Flower of Romance. Dibilang band iseng karena dibentuk di studio, nggak pernah bikin rekaman, dan malah nggak pernah manggung. Dasar!
Tapi trademark rusuh makin lekat pada Pistols. Salah satu peristiwa dahsyat itu terjadi di 100 Club Punk Festival. Pada saat Pistols manggung, Sid melempar gelas ke arah panggung. Tapi gelas itu malah membentur pilar ruangan. Pecahannya mengenai mata seorang pengunjung cewek. Belakangan diketahui kalo cewek itu jadi buta lantaran insiden itu. Alhasil, Sid ditahan polisi. Pistols didenda. Pers menjuluki Sid sebagai anggota ke-5 Pistols. Ujung-ujungnya 100 Club nggak boleh ngadain gig lagi. Apes!
Lagi dirundung masalah, ternyata ada kabar bagus. Malcolm, sang manjer berhasil nembusin Pistols ke label EMI dengan advance sebesar 40 ribu pound. Man, angka itu gede banget untuk ukuran band yang belum dikenal. Tapi karena udah nggak boleh manggung, EMI jadi ngerasa malu punya band bengal.
Tapi lagi-lagi Sid datang menolong. Pistols pun diselundupin di setiap festival punk. Band The Flower of Romance jadi cover-na. Begitu The Flower dipanggil, yang muncul malah Pistols. CaDas!!!! Seru abis.
Di balik serunya kerusuhan Pistols, ternyata band ini punya masalah intern. Siapa yang ngira kalo ternyata sang bassis Glen Matlock nggak disuka ma personel lainnya. Alasannya karena dia terlalu kalem dan berasal dari kelas menengah. Terus? Ya, ternyata kondisi itu dianggap kurang radikal oleh personel lain.
Mereka pun berpikir untuk menendang Glen Matlock keluar. Dan… enter Sid!

Akhir Hidup Rocknrollstar

Film

“Sex Pistols bubar gara-gara Sid Vicious. Sid Vicious yang terlalu dekat dengan pacarnya Nancy Spungen .Kami udah muak ngeliat tingkah violence-nya. Gara-gara dia juga, konser kami di Winterland berantakan,” begitu kata Steve Jones kepada tabloid musik Inggris NME.
Udah gitu praktis Steve dan Paul Cook cabut nggak mau ketemu Sid lagi. Sementara Johnny Rotten langsung hilang tanpa kabar. Malcolm sebagai manajer pun udah ngerasa kalo band yang dikelolanya udah nggak mungkin bisa diterusin.
Tapi bukan manajer kalo nggak bisa mencari peluang. Di antara kericuhan Pistols, Malcolm pun akhirnya tetap memutuskan untuk memanajeri Sid. Soalnya ada seorang sutradara yang tertarik mau membuat film dokumenter dan musikal berjudul Rock n Roll Swindle. Film ini sebenernya cuma film dokumenter musik yang dibalut sama perjalanan karir Sex Pistols. Serunya, syuting film ini dilakukan di Paris. Dan lucunya, cuma Sid yang jadi pusat perhatian. Sementara personel Pistols yang lain ogah berangkat ke Paris, Johnny Rotten cuma kebagian diwawancara terpisah. Sementara Steve dan Paul nggak pernah muncul.
Februari 1978, Sid berangkat bareng Nancy ke Perancis untuk syuting. Di Paris mereka hidup mewah di hotel mahal. Maklum, mereka kan dibayarin sama label. Malah, sebelum menginjakkan kaki di Paris, Sid sempet OD pas pesawatnya transit di New York. Das! Yang ada dia langsung dibawa ke RS Jamaica untuk di-detox.
Sid & NancySid & Nancy
Balik ke syuting film, Sid emang nggak suka sama film. Makanya, part adegannya nggak sukses terus alias jelek. “Gue nggak suka akting. Abis jadi orang yang bukan diri kita sendiri. It’s all bullshit!” kata Sid.
Seluruh kru film sempet bingung ngebujuk Sid untuk berakting. Akhirnya cuma Nancy doang yang bisa membujuknya untuk mulai akting. Syaratnya, Sid dibolehkan ngerombak lagu ciptaan Paul Anka yang berjudul ‘My Way‘ (yang dipopulerkan oleh Frank Sinatra). Ada bagian lirik lagu My Way yang diacak-acak menjadi I ducked the blows / I shot it up / and killed a cat. Gila!
Waktu adegan My Way ini digambarkan Sid sebagai solois yang bergaya rapi. Terus di akhir lagu, dia nembakin penonton dengan pistol. Wah, untung cuma syuting!

Bikin Band


Lagi asik bikin film, mereka balik ke London. Tiba-tiba Sid ketemu sama temen lamanya, Glen Matlock. Masih inget, kan? itu lho bassis Pistols sebelum Sid masuk. Walaupun media menulis soal “persaingan” mereka, tapi sebenernya antara Sid dan Glenn masih terjaga pertemanan-nya.
Setelah nongkrong di bar bareng, mereka sepakat ngebentuk band. Band yang akhirnya diberi nama The Vicious White Kids ini juga mengajak Rat Scabies dari The Damned dan Steve New. Sid pun naik pangkat jadi vokalis (soalnya udah pasti Glenn yang mengisi posisi bassis).
The Vicious White KidsThe Vicious White Kids
Pertunjukan pertama band dadakan ini berlangsung sesaat setelah mereka menggelar audisi. Di situ Nancy ikutan jadi backing vokal. Konser yang diadakan di Electric Ballroom London ini lumayan dapet tanggepan asik dari penonton. Sementara itu, walaupun Pistols udah bubar, Virgin tetep ngeluarin singel Pistols yang belum keluar. Malah lagu ‘My Way‘ juga dilepasnya sebagai singel.
Tapi rupanya Inggris sudah alergi sama Pistols. Semua singel rilisan Virgin yang berhubungan sama Pistols dilarang diputar di radio-radio. Ya udah, gara-gara merasa dimusuhi Inggris, Sid dan Nancy akhirnya mencoba memutuskan untuk tinggal di New York. Tapi keputusan ini malah membawa mimpi buruk bagi mereka bedua.
Nancy pun berhasil ngomporin Sid dengan hidup slenge’an ala rock star di kota yang punya julukan The Big Apple itu. Begitu sampe di New York, mereka langsung check-in di Chelsea Hotel, di West 23rd Street. Hotel ini udah terkenal banget sebagai surga narkoba bagi para artis yang singgah di New York.
Nancy & SidNancy & Sid
Sid dan Nancy udah bagai zombie berjalan. Duit 15 ribu pound yang diberi dari Malcolm habis dalam beberapa hari hanya untuk membeli heroin dan morphine. Nancy udah mengalami gangguan ginjal, sementara kelakuan sadomasochis Sid semakin parah gara-gara drugs. Waktu itu dia belum genap 21 tahun.
Lagi asik-asiknya teler, Sid dan Nancy masih nekat ngeladenin wawancara untuk film punk documentary Dead On Arrival. Di wawancara itu, cuma Nancy yang sanggup menjawab semua pertanyaaan. Sementara itu Sid udah fly berat dan sesekali mencoba menyundut muka Nancy dengan rokok. Mereka juga sempet datengin scene punk di kota New York. Dan Sid seperti biasa jadi tamu istimewa yang didaulat nyanyi di panggung. Cowok yang doyan pake kalung bermata gembok ini menyanyikan My Way dengan menggantikan total liriknya menjadi I killed the cat. Alasannya, karena dia lupa liriknya.

Nancy Tewas

Kelar acara itu, tepatnya dari awal Oktober 1978, mereka berdua langung mengisolasi diri di kamar hotel. Dan suatu pagi di tanggal 12 Oktober 1978, kamar nomer 100 tempat mereka berdua menginap ramai didatengin polisi New York. Di dalamnya Sid sedang diinterogasi.
“Kenapa kamu lakukan itu, Kid?
“Ngelakuin apa?”
“Kenapa kamu membunuhnya?”
“Gue nggak membunuhnya.”
Sid duduk termenung dengan borgol di tangan. Sementara di bathtub kamar mandi terbaring jasad Nancy Spungen bersimbah darah. Perutnya ditusuk pisau. Banyak teori yang muncul seputar kenapa dan sama siapa Nancy terbunuh. Cuma karena hanya Sid yang selalu bersama Nancy seharian dan pisau yang ditemukan adalah milik Sid, tentunya semua orang langsung menuduh Sid sebagai pembunuh.
Sid ditangkap polisiSid ditangkap polisi
Sid dilaporkan turun ke lobby dan berteriak minta bantuan ambulans kepada front office. Tapi bukannya ambulans justru polisi yang dikirim. Johnny Rotten udah males berkomentar waktu dimintai keterangannya. “Kenapa juga gue harus punya perasaan terhadap ini semua,” kata Johnny waktu itu.
Sid langsung di bawa ke penjara Rikers Island. Selama empat hari dia ditahan di penjara yang terkenal brutal banget itu. Pengadilan kasus Sid digelar tanggal 13 Oktober 1978. Dia menghadapi tuduhan pembunuhan kelas dua. Dengan hukuman minimum 7 sampai 25 tahun, Sid baru boleh bebas dengan membayar uang jaminan 25 ribu pound. Dan untungnya Virgin Records setia membantunya. Pada 21 November 1978 Sid bebas dengan uang jaminan.
Kalo ada orang yang bener-bener setia menemani Sid selain manajernya di saat-saat genting, pasti lah sang ibu, Anne Beverley, yang udah bela-belain tinggal di New York. Manajer dan ibunya ini melakukan apa aja biar kasus pembunuhan Nancy makin jelas. Anne pun nggak segan-segan menandatangani kontrak dengan New York Post untuk kerjasama peliputan. Sementara Malcolm dilaporkan telah menyewa detektif swasta untuk menyelidiki kematian Nancy Spungen. Di London, kaos bertuliskan Sid Is Innocent udah laku dicari orang.
Namun semua terlambat. Sid udah kehilangan Nancy. Jiwanya jadi terguncang. Malah, di suatu bar, dia nekat mengancam bunuh diri dengan menyiletkan bohlam pecah ke pergelangannya.
Pernah juga Sid mencoba bunuh diri dengan loncat dari jendela hotel gara-gara sakaw. Untungnya Anne dan Malcolm cepat mencegahnya dan langsung melarikan Sid ke rumah sakit terdekat.
Saking udah kehilangan Nancy dan sakaw, Sid akhirnya ngelakuin kerusuhan lagi di sebuah bar bernama Hurrah’s di New York. Di situ dia terlibat perkelahian dengan seorang cowok gara-gara Sid menggoda pacarnya. Malangnya cowok itu terluka sampe membutuhkan lima jahitan. Nggak heran Sid harus menjalani 55 hari di penjara pada tanggal 9 December 1978 sampai dia bebas dengan uang jaminan (lagi) pada 1 Februari 1979.
Hampir dua bulan di penjara ternyata nggak bikin dia sober. Walau dia udah bisa dibilang bersih, tapi keinginan untuk nyuntik tetep besar. So, pas dia keluar penjara, hari itu juga ia menyuntik lengannya dua kali dengan heroin. Wajar aja, karena bukannya dibawa ke tempat yang aman sambil nunggu pengadilan, dia malah dibawa ke pesta temen-temennya. Untuk pertama kalinya Sid nyuntik lagi di tengah malam pas pesta lagi kenceng-kencengnya. Karena udah nggak terbiasa, dia terbangun pukul 3 pagi dan nyuntik untuk kedua kalinya….dan terakhir kali.
Setelah itu, Sid OD pada tanggal 2 Februari 1979. Ia meninggal disaksikan ibu dan teman-temannya. Waktu itu ia baru menginjak usia 21 tahun.
Tujuh tahun kemudian, sutradara Alex Cox membuat perjalanan kisah cinta Sid dan Nancy ke dalam sebuah film. Film yang berjudul Sid And Nancy: Loves Kills ini dibintangi Gary Oldman sebagai Sid dan Chloe Webb sebagai Nancy. Di film itu juga diceritakan gimana peristiwa terbunuhnya Nancy (walaupun tetep tidak ditampilkan siapa pembunuh sebenernya).
Sid ViciousSid Vicious
Well, hidup rock n roll star ini emang sebaiknya berhenti. Seperti yang udah diramalkan Sid pada Januari 1978. “Gue akan mati sebelum umur 25 tahun. Dan kalo bener, gue mau hidup sesuka gue.”

Sejarah Bullet For My Valentine



Bullet For My Valentine (disingkat jadi BFMV, B4MV, atau Bullet) adalah grup musik heavy metal yang berasal dari Bridgend, Wales. Grup ini dibentuk pada tahun 1998 oleh 5 mahasiswa di sebuah studio musik di kampus mereka, Brigend College. Nama awal band mereka adalah Jeff Killed John. Mereka mengawali karir di dunia musik dengan memainkan musik Nirvana dan Metallica, kemudian pada sekitar tahun 2002 merilis singel You/Play With Me. Mereka mendapat dukungan dari Greg Haver, seorang produser perusahaan rekaman.

Hingga saat ini, Bullet For My Valentine, yang beranggotakan Matthew “Matt” Tuck (vocals, guitars), Michael “Padge” Paget (guitars), Michael “Moose” Thomas (drums), Jason “Jay” James (bass) telah merilis 4 album. Tepatnya 2 EP, “Bullet For My Valentine” (2004) & “Hand of Blood” (2005) dan 2 full album, “The Poison” (akhir 2005) & “Scream Aim Fire” (2008).
BFMV tampil di panggung pertama kali di Februari 2004, dimana penampilan mereka membuat beberapa label ingin merekrutnya termasuk diantaranya Roadrunner label. Pada akhirnya mereka lebih memilih berada di bawah naungan Sony, dengan lisensi Visible Noise.

Bahkan untuk sekelas band baru dengan musik metalcore yang terdengar berbeda, Bullet For My Valentine meraih prestasi yang cukup baik. Produksi EP self-titled mereka “Bullet for My Valentine” cukup sukses mendapat tanggapan di Inggris. Begitu juga dengan EP kedua mereka, “Hand of Blood”. Respon sangat baik terlihat ketika debut full album mereka dirilis akhir tahun 2005. Mereka pun mulai diperhitungkan di kancah musik metal dunia. Demikian juga dengan album baru mereka, “Scream Aim Fire” yang rilis di Indonesia bulan April 2008 lalu. Influence bermusik mereka dari band-band seperti Metallica, Pantera, Iron Maiden, Machine Head, Megadeth semakin memperjelas Dari nu-metal kini lebih mengarah ke old school thrash metal.

sejarah Foo Fighters


Foo Fighters is an American rock band formed by singer/guitarist/drummer Dave Grohl in 1995. Grohl formed the group as a one-man project after the dissolution of his previous band, Nirvana, in 1994. Prior to the release of Foo Fighters in 1995, Grohl drafted Nate Mendel (bass), William Goldsmith (drums), and Pat Smear (guitar) to complete the group. Goldsmith left during the recording of the group's second album The Colour and the Shape (1997), soon followed by Smear. They were replaced by Taylor Hawkins and Franz Stahl, respectively, although Stahl left prior to the recording of the group's third album, There Is Nothing Left to Lose (1999).

Chris Shiflett joined as the band's second guitarist after the completion of There Is Nothing Left to Lose. The band released its fourth album One by One in 2002. The group followed that release with the two-disc In Your Honor (2005), which was split between acoustic songs and harder-rocking material. Foo Fighters released its sixth album Echoes, Silence, Patience & Grace in 2007. Over the course of the band's career, three of its albums have won Grammy Awards for Best Rock Album, and all six have been nominated for Grammys.

History


Formation and debut album (1994–1995)
Dave Grohl joined Nirvana as the group's drummer in 1990. In order to occupy himself during tours, he took a guitar with him and wrote songs. Grohl held back these songs from the band; he said in 1997, "I was in awe of frontman Kurt Cobain's songs. And intimidated. I thought it was best that I keep my songs to myself." Instead, Grohl occasionally booked studio time to record demos, and even issued a cassette of some of those songs called Pocketwatch under the pseudonym "Late!" in 1992.

Cobain was found dead in his Seattle home on April 8, 1994, and Nirvana subsequently disbanded. Grohl received offers to work with various artists including the Melvins, to which Grohl accepted, however this never came to fruition. He also almost accepted a permanent position as the drummer in Tom Petty and the Heartbreakers. Ultimately Grohl declined and instead entered Robert Lang Studios in October 1994 to record twelve of the forty songs he had written. With the exception of a guitar part on "X-Static" by Greg Dulli of the Afghan Whigs, Grohl played every instrument and sang every vocal on the tracks. "I was supposed to just join another band and be a drummer the rest of my life," Grohl later said. "I thought that I would rather do what no one expected me to do. I enjoy writing music and I enjoy trying to sing, and there's nothing anyone can really do to discourage me." Grohl completed an album's worth of material in five days and handed out cassette copies of the sessions to his friends for feedback.

Nate Mendel.
Grohl hoped to keep his anonymity and release the recordings in a limited run under the title "Foo Fighters", taken from the World War II term "foo fighter", used to refer to unidentified flying objects. However, the demo tape circulated in the music industry, creating interest among record labels. Grohl formed a band to support the album. Initially, Grohl talked to former Nirvana band mate Krist Novoselic about joining the group, but both decided against it. "For Krist and I, it would have felt really natural and really great", Grohl explained. "But for everyone else, it would have been weird, and it would have left me in a really bad position. Then I really would have been under the microscope." Having heard about the disbanding of Seattle-based emo band Sunny Day Real Estate, Grohl drafted the group's bass player, Nate Mendel, and drummer, William Goldsmith. Grohl asked Pat Smear, who served as a touring guitarist for Nirvana after the release of its 1993 album In Utero, to join as the group's second guitarist. Grohl ultimately licensed the album to Capitol Records, releasing it on his new record label, Roswell Records.

The group played its debut show at a keg party in February 1995. Grohl refused to do interviews or tour large venues to promote the album. Foo Fighters undertook their first major tour in the spring of 1995, opening for Mike Watt. The band's first single "This Is a Call" was released in June 1995, and its debut album Foo Fighters was released the next month. "I'll Stick Around", "For All The Cows" and "Big Me" were released as subsequent singles. The band spent the following months on tour, including their first appearance at the Reading Festival in England in August.

The Colour and the Shape (1996–1997)
Taylor Hawkins replaced original drummer William Goldsmith in 1997
After touring through the spring of 1996, Foo Fighters entered a studio in Woodinville, Washington with producer Gil Norton to record its second album. While Grohl once again wrote all the songs, the rest of the band collaborated on the arrangements. With the sessions nearly complete, Grohl took the rough mixes with him to Los Angeles, intending to finish up his vocal and guitar parts. While there, Grohl realized that he wasn't happy with how the mixes were turning out, and the band "basically re-recorded almost everything". During the L.A. sessions, Grohl played drums on some of the songs. Goldsmith said Grohl did not tell him that he recorded new drum parts for the record and, feeling betrayed, left the band.

In need of a replacement for Goldsmith, Grohl contacted Alanis Morissette's touring drummer Taylor Hawkins to see if he could recommend anybody. Grohl was surprised when Hawkins volunteered his own services as drummer. Hawkins made his debut with the group in time for the release of its second album, The Colour and the Shape, in May 1997. The album spawned the singles "Monkey Wrench", "My Hero", and "Everlong".

Pat Smear announced to the rest of the group that he wanted to leave the band to pursue other interests. Four months later in September 1997 at the MTV Video Music Awards, Smear simultaneously publicly announced his departure from the band and introduced his replacement, Grohl's former Scream bandmate Franz Stahl. Stahl toured with the band for the next few months, and appeared on two tracks that the band recorded for movie soundtracks, a re-recording of "Walking After You" for The X-Files and "A320" for Godzilla.

There Is Nothing Left to Lose (1998–2001)
In 1998, Foo Fighters traveled to Grohl's home state of Virginia to write music for its third album. However, Grohl and Stahl were unable to co-operate as songwriters; Grohl told Kerrang! in 1999, "in those few weeks it just seemed like the three of us were moving in one direction and Franz wasn't". Grohl was distraught about the decision to fire Stahl, as the two had been friends since childhood. The remaining trio of Grohl, Mendel, and Hawkins spent the next several months recording the band's third album, There Is Nothing Left to Lose, in Grohl's Virginia home studio. The album spawned several singles, including "Learn to Fly", the band's first single to reach the US Hot 100.

Before the release of the album, Capitol president Gary Gersh was forced out of the label. Given Grohl's history with Gersh, Foo Fighters' contract had included a "key man clause" that allowed them to leave the label upon Gersh's departure. They subsequently left Capitol and signed to RCA, who later acquired the rights to the band's Capitol albums.

Chris Shiflett joined Foo Fighters as a touring guitarist before becoming a full member
After recording was completed, the band auditioned a number of potential guitarists, and eventually settled on Chris Shiflett, who previously performed with No Use for a Name and Me First and the Gimme Gimmes. Shiflett initially joined the band as touring guitarist, but achieved full-time status prior to the recording of the group's fourth album.

That same year, Foo Fighters established a relationship with rock band Queen, of whom the band (particularly Grohl and Hawkins) are fans. Guitarist Brian May added a guitar track to Foo Fighters' second cover of Pink Floyd's "Have a Cigar", which appeared on the soundtrack to the movie Mission: Impossible II. When Queen was inducted into the Rock and Roll Hall of Fame in March 2001, Grohl and Hawkins were invited to perform with the band on "Tie Your Mother Down", with Grohl filling in on vocals for Freddie Mercury. In 2002, guitarist May contributed guitar work to "Tired of You" and an outtake called "Knucklehead". The bands have performed together on several occasions since, including VH1 Rock Honors and Foo Fighters' headlining concert in Hyde Park, as well as the band's concert at the O2 arena in London in November 2007

One by One (2001–2004)
Near the end of 2001, the band reconvened to record their fourth album. After spending four months in a Los Angeles studio completing the album, Grohl spent some time helping Queens of the Stone Age complete their 2002 album Songs for the Deaf. Once the Queens of the Stone Age album was finished, Grohl, inspired by the sessions, decided to reconvene Foo Fighters to rework a few songs on their album. Instead, they re-recorded nearly all of the album (save "Tired of You") in a ten-day stretch at Grohl's studio in Virginia. The final album was released in October of 2002 under the title One by One. Singles from the album included "All My Life", "Times Like These", "Low", and "Have It All". The band later expressed displeasure with the album. Grohl told Rolling Stone in 2005, "Four of the songs were good, and the other seven I never played again in my life. We rushed into it, and we rushed out of it."

For most of its history, the band chose to stay away from the political realm. However, in 2004, upon learning that George W. Bush's presidential campaign was using "Times Like These" at rallies, Grohl decided to lend his public support to John Kerry's campaign. Grohl attended several Kerry rallies and occasionally performed solo acoustic sets. The entire band eventually joined Grohl for a performance in Arizona coinciding with one of the presidential debates.

In Your Honor and acoustic tour (2005–2006)
Foo Fighters performing an acoustic show
Having spent a year and a half touring behind One By One, Grohl did not want to rush into recording another Foo Fighters record. Initially Grohl intended to write acoustic material by himself, but eventually the project involved the entire band. To record its fifth album, the band shifted to Los Angeles and built a recording studio, dubbed Studio 606 West. Grohl insisted that the album be divided into two discs–one full of rock songs, the other featuring acoustic tracks. In Your Honor was released in June 2005. The album's singles included "Best of You", "DOA", "Resolve", "No Way Back", and "Miracle".

On June 17, 2006, Foo Fighters performed their largest non-festival headlining concert to date at London's Hyde Park. The band was supported by Juliette and the Licks, Angels & Airwaves, Queens of the Stone Age, and Motörhead. Motörhead's Lemmy joined the band on stage to sing "Shake Your Blood" from Dave Grohl's Probot album. Also, as a surprise performance, Brian May and Roger Taylor of Queen jammed with Foo Fighters, playing part of "We Will Rock You" as a lead into "Tie Your Mother Down".

In further support of In Your Honor, the band decided to organize a short acoustic tour for the summer of 2006. The tour included former member Pat Smear, who rejoined the band as an extra guitarist, Petra Haden on violin and backup vocals, Drew Hester on percussion, and Rami Jaffee of The Wallflowers on keyboards/piano. While much of the setlist focused on In Your Honor's acoustic half, the band also used the opportunity to play lesser-known songs such as "Ain't It The Life", "Floaty", and "See You". The band also performed "Marigold", a Pocketwatch-era song that was best-known as a Nirvana B-side.

In November 2006, the band released their first ever live CD, Skin and Bones, featuring fifteen performances captured over a three-night stand in Los Angeles. An accompanying DVD was released, and featured tracks not available on the CD.

Echoes, Silence, Patience & Grace, hiatus, Greatest Hits and 7th studio album (2007–present)
For the follow-up to In Your Honor, the band decided to call in The Colour and the Shape producer Gil Norton. Echoes, Silence, Patience & Grace was released in September 2007. The album's first single, "The Pretender", was issued to radio in early August. The second single, "Long Road to Ruin", was released in December 2007, supported by a music video directed by longtime collaborator Jesse Peretz (formerly of the Lemonheads)

In mid-to-late 2007 "The Pretender" topped the Modern Rock chart for a record 18 weeks, it also gave the band their third consecutive year at the top (a record), and made them the only artist besides Red Hot Chili Peppers to have 4 consecutive albums have songs reach the top (RHCPs have 5). When "Long Road to Ruin" reached the top it gave them their fourth consecutive year to have a song reach the top (breaking their own record). When the fourth single, "Let It Die", reached the top 20 it gave them 3 songs in the top 20, one of only four artists to do this. "Let It Die" is also the album's third Number One hit on the chart.

Not long after completing the recording sessions for the album, the band participated in Live Earth at Wembley Stadium in London, England, performing the penultimate set of the night. Later that summer, the band headlined V Festival 2007, including a surprise acoustic set on the Channel 4 stage under the name 606. In October 2007, Foo Fighters started their world tour in support for Echoes, Silence, Patience & Grace. The band performed shows throughout the United States, Europe, Australia, Canada and Asia, including headlining the Virgin Mobile Festival in Baltimore on August 9. The band finished its world tour in September 2008 at the Virgin Festival at Toronto Island Park in Canada.

Echoes, Silence, Patience & Grace was nominated for 5 Grammys in 2008. The Foo Fighters went home with Best Rock Album and Best Hard Rock Performance (for "The Pretender"). The album was also nominated for Album of the Year, while "The Pretender" was also nominated for Record of the Year and Best Rock Song.

On 17 September 2008 Dave Grohl announced on The Chris Moyles Show that the band would be taking a long break from music so that they could return with a new sense of purpose, and also informed fans not to expect any new music for a while. "We've never really taken a long break, I think it's time," Grohl commented. "After doing Wembley, we shouldn't come back there for 10 years because we've played to everybody. We're over in the UK every year, every summer, so I think it's time to take a break and come back over when people really miss us."

On February 11, 2009 Hawkins denied the band was planning on taking a break of that duration. "We've gotten together and minced ideas already," he said. "Just basic ideas and we'll probably do that over the next year until we have a log of ideas. We'll take our time and let everybody else enjoy other things -- their families and stuff. I'd say maybe by summer we'll get in the studio and start getting serious about a record."

On July 4, 2009, at an exclusive concert, the band announced that a Greatest Hits compilation would be released on November 3, 2009, and they debuted a new song from the compilation, "Wheels", which premiered on radio on September 23, 2009.

Musical style


When Grohl first started the band, its music was often compared to that of his previous group, Nirvana. Grohl acknowledged that Nirvana singer/guitarist Kurt Cobain was a major influence on his songwriting. Grohl said, "Through Kurt, I saw the beauty of minimalism and the importance of music that's stripped down." Foo Fighters also utilize the Pixies' technique of shifting between quiet verses and loud chorus, which Grohl said was influenced by the members of Nirvana "liking the Knack, Bay City Rollers, Beatles, and ABBA as much as we liked Flipper and Black Flag, I suppose". Writing and recording songs for the first Foo Fighters album by himself, Grohl wrote the guitar riffs to be as rhythmic as possible. He approached the guitar similar to how he approached playing a drumkit, assigning different drum parts to different strings on the instrument. This allowed him to piece together songs easily; he said, "I could hear the song in my head before it was finished." Once Grohl assembled a full band, his bandmates assisted in song arrangements.

The members of Foo Fighters meld melodic elements with harder sounds. Grohl noted in 1997, "We all love music, whether it's the Beatles or Queen or punk rock. I think the lure of punk rock was the energy and immediacy; the need to thrash stuff around. But at the same time, we're all suckers for a beautiful melody, you know? So it is just natural."

Campaigning and activism


In 2000, the band generated controversy through their public support of Alive & Well, an organization that denies the link between HIV and AIDS, questions the validity of HIV tests, and advises against taking medication to counter the disease. Foo Fighter bassist Nate Mendel learned of Alive & Well through What If Everything You Thought You Knew about AIDS Was Wrong?, a self-published book written by Christine Maggiore, the organization's founder. Mendel passed the book around to the rest of the band, who supported his advocacy.

In January 2000, the band played a benefit concert for the organization, which Mendel helped to organize. The band also contributed songs to The Other Side of AIDS, a controversial documentary film by Maggiore's husband Robin Scovill, which questions whether HIV is the cause of AIDS. The band's position caused alarm in the medical community, as Alive & Well's advice ran contrary to established medical wisdom about HIV and AIDS. In a 2000 interview, Mendel spoke of using Foo Fighters' popularity to help spread the group's message and of holding more benefits for the organization. No further benefits have taken place, but the organization is still featured on the Foo Fighters' list of supported causes. It is not currently on the new list of supported causes on their website, however. Maggiore herself died at the age of 52 in 2008, under a doctor's care for pneumonia, three years after her three-year old daughter died of pneumonia as a complication of untreated AIDS.

Band members


Main article: List of Foo Fighters band members
Current members
Dave Grohl – lead vocals, rhythm guitar (1995–present)
Chris Shiflett – lead guitar, backing vocals (1999–present)
Nate Mendel – bass (1995–present)
Taylor Hawkins – drums, backing vocals (1997–present)

Sejarah Blink 182



Gambar Blink 182
Blink 182 terbentuk tahun 1992 di Poway, California. Saat itu, Mark Hoppus baru aja dapat bas baru dari bokapnya karena bantuin ngecat rumah. Kemudian dengan perantara kakaknya Mark berkenalan dengan Tom DeLonge. Saking pengennya meng-impress Tom, Mark bela-belain lompat dari atap rumah sampe kakinya patah.
Mereka lalu mulai bikin-bikin lagu, tapi mereka baru sadar kalo butuh drumer. Maka bergabunglah Scott Raynor (asal usul dia kurang jelas, kadang datang tak diundang – pulang tak diantar..), dinamailah BLINK. Saat itu, Tom baru 16 tahun, Mark 19 tahun dan Scott 17 tahun. Rekaman mereka yang pertama, FLYSWATTER, kualitasnya ancur banget, karena direkam di kamar Tom cuma make tape-recorder (gaya-gaya wartawan githu). Album ini berisi 4 lagu dan hanya terdapat sekitar 50 copy saja yang kemudian diberikan kepada teman, pacar, kenalan, family dan keluarga tercinta.

Berkat perjuangan dan doa orang tua, akhirnya mereka mulai terkenal dan lagu-lagu mereka mulai dilirik label-label underground. Pada awalnya, band mereka make nama Blink. Berhubung juga ada band techno asal Irlandia yang juga make nama Blink, jadi mereka tambahin angka 182 dibelakangnya, BLINK 182. Why 182? Why…? Tanya, Kenapa? Fans bilang 182 adalah 182 kali umpetan F*** yang diucapkan Tony Montana di Scarface, tapi Mark bilang 182 cuma random number that sounds cool.
Pada tahun 1993 dengan Filter Record mereka merilis demo yang berjudul BUDDHA sebanyak 1000 copy. Di awal tahun 1994, Blink 182 menandatangani kontrak dengan Cargo Records. Mereka merekam debut album penuhnya, CHESHIRE CAT dalam tiga hari. Beberapa isi albumnya merupakan versi baru lagu Strings dan Carousel yang terdapat dalam album demo Buddha.
Tahun 1996 Blink 182 menandatangani kontrak dengan MCA yang kemudian berubah nama menjadi Geffen Records. Setelah pindah ke Encinitas, California, mereka merekam album DUDE RANCH pada 1996 dengan diproduseri Mark Trombino, yang dirilis setahun kemudian. Album ini terbilang sukses karena terjual sebanyak 4 juta copy di seluruh dunia. Single mereka Dammit berjaya di US modern rock charts.
Tur resmi pertama mereka dihiasi dengan kejadian ga enak. Scott Raynor dikeluarin dari band karena drugs and alcohol habit-nya yang udah parah (taukan lagu Man Overboard, nah ntuh sebenernya alasan kenapa mereka nge-kick Scott). Ketika mulai kebingungan mencari penggantinya Scoot, kebetulan saat itu Blink 182 tur dengan band pembuka namanya THE AQUABATS. Mungkin emang udah jodoh, tau Blink lagi ga punya drumer, dengan cuek bebek dan wajah sok-sok imut si drumer Aquabats PD aja nawarin diri ngisi posisinya Scott. Tau Siapa Dia…? Drumer itu, tak lain dan tak bukan adalah Travis Barker.
Mungkin seperti ini dialognya…..
Trav : Hai Fren katanya lagi nyari drumer yah?
Tom : Iya neh si Scott payah tepar mulu. Emang loe bisa?
Trav : Hayah!!! Jangankan lagu Blink, lagu engkongnya Blink juga gw bisa. Sekalian aja sini lagu Blink gw mainin ama tanjidor (Lom tau neh bocah ma gw — maki Travis dalam hati)
Tom : Cape deh landak!!! Tapi gaya loe boleh juga tonk. Coba deh loe mainin lagu kita
Trav : No Problemo Bro, sapa takut!
Lalu dia dengerin lagu mereka, dan bukan sulap bukan sihir hanya dalam tempo 30 menit si BONES udah bisa maenin semua lagunya Blink…Benar-benar jenius, ga ada matee nya!!!!!
Awalnya si Travis cuma sebagai aditional player. Mungkin karena takut ama tatoo dan model rambutnya si The Baron Von Tito, akhirnya Tom dan Mark resmi mengangkat Travis sebagai Drumer Blink 182. [The Baron Von Tito adalah nama panggung Travis di The Aquabats]
BLINK 182 – SUKSESSSZSSS
Pada 1999, dalam proses pembuatan album ENEMA OF STATE, Blink 182 mempekerjakan Jerry Finn sebagai produser. Album ini membawa Blink 182 ke dunia mainstream dengan hit single Whats My Age Again, All The Small Things dan Adams Song yang sering diputar di radio dan ditayangkan di MTV. Penjualannya mencapai 10 juta copy di seluruh dunia dan menjadi best selling album saat itu.Di tahun 2000 Blink 182 merilis album live berjudul THE MARK, TOM AND TRAVIS SHOW : THE ENEMA STRIKES BACK dengan isi materi dari tiga album sebelumnya dan tambahan lagu studio Man Overboard. Blink 182 melanjutkan kesuksesannya dengan merilis album TAKE OFF YOUR PANTS AND JACKET di tahun 2001. Album ini benar-benar sukzes,,zes,zeessss kaya kacang garing yang enak,gurih dan juga nikmat. Kalian pasti udah pada taukan lagu-lagunya, jadi ga perlu dikasih tau lagi.
Setelah menghabiskan waktu ditahun 2002, rekaman untuk album selanjutnya dimulai pada 18 Nopember 2003 dan menghasilkan hit single Feeling This, I Miss You, Down dan Im Lost Without You. Barker mengatakan Blink 182 sengaja membiarkan albumnya tanpa judul (beda dengan self-titled) untuk mewakili Blink 182 yang baru.
BLINK 182 – TAK ADA GADING YANG TAK RETAK
Karena nama mereka udah terkenal, mereka mulai merambah bisnis laen, untungnya bukan seperti artis-artis indonesia yang make aji mumpung nyoba nyanyi ato maen sinetron. Tom dan Mark bikin label clothing ATTICUS dan MACBETH, Travis join ama temennya bikin label FAMOUS STARS AND STRIPES. Mareka juga udah mulai bikin band sampingan. Mulai dari sini masalah mulai timbul. Tom bikin band bareng Travis yang namanya BOX CAR RACER dan sukses ngluarin satu album dengan single I Feel So. Akhirnya Mark mulai ngambek, seperti yang dikutip majalah Kerrang!, BETRAYED katanya…Dia ngerasa ga diajak (ya iyalah, kalo dia diajak sama aja namanya blink 182!). Tapi yang jelas, dia marah dan mulai adu mulut. Tapi masih bisa diredamlah ampe akhirnya…
Di pertengahan Februari 2005, Blink 182 membatalkan performnya di Music For Reliefs Concert For South Asia, yang kemudian pada tanggal 22 Februari 2005 diumumkan bahwap embatalan tersebut dikarenakan Blink 182 akan vakum untuk sementara waktu. Geffen Records merilis GREATEST HITS pada 1 Nopember 2005 di US, di dalamnya termasuk unreleased track Another Girl Another Planet (sebuah cover song dari The Only Ones) dan bonus track Not Now. Banyak yang bilang kalo lagu Not Now itu lagu blink yang terbaru. Tapi itu Bulls**t! Asal tau aja, lagu Not Now itu udah direkam di album Blink 182 khusus untuk daerah UK! (Jangan-jangan kalian juga ga tau ama UK…) Coba kalian cari cd DRAGGING THE LAKE PART 3 keluaran tahun 2004 ada kok lagu Not Now. Kalo masih ga percaya, beli aja sendiri!!!!
Kabarnya tanggal 22 Februari 2005, Blink 182 resmi bubar. Tapi Who Know?? Pemicunya masalah lama antara Tom ama Mark tentang Box Car Racer, dan keinginan Tom buat lebih fokus sama keluarga. Tanggal 23 Mei 2006, Tom mengumumkan band barunya ANGEL AND AIRWAVES yang kemudian merilis album WE DONT NEED TO WHISPER. Ga mau kalah, Mark dan Travis juga bikin band +44 yang kemudian merilis album WHEN YOUR HEART STOPS BEATING pada 14 Nopember 2006.

MUSE ALBUM

The Resistance

The Resistance Cover
  • September 15, 2009

Black Holes & Revelations

Black Holes & Revelations Cover
  • July 11, 2006

Absolution

Hullabaloo Cover
  • 2002

Origin Of Symmetry

Origin Of Symmetry Cover
  • 2001
Showbiz Cover
  • 1999



 
DMCA Policy | Disclaimer | Privacy Policy | Contact Us
Copyright © 2016. FreackyBoys - All Rights Reserved
Proudly powered by Watch Movies and TV Shows HD Online for Free